Senin, 21 Maret 2016

Kisah dibalik Baksos

Ini hikmah dan pelajaran dibalik baksos yang kami lakukan tadi pagi. Senin, 21 maret 2016. Sebelumnya mohon maaf, saya tidak bermaksud pamer berbuat kebaikan. Saya hanya ingin berbagi kisah saja dengan apa yg sudah kami lakukan tadi.

Kami melakukan baksos di daerah kab. Bandung, Andir yang kemarin terendam banjir. Saat kami kesana, Alhamdulillah air sudah mulai surut. Hanya tinggal lumpur di pinggir-pinggir jalan dan air yang menggenang bercampur lumpur, setinggi mata kaki. Saat masuk ke dalam rumah yang akan kami jadikan tempat untuk baksos, kami melihat ada bekas guratan lumpur di tembok. Sekitar 2 meter. Pa RT bercerita, bahwa banjir kemarin memang membuat kewalahan. Bahkan setiap tahun, ketinggian air selalu saja naik dari sebelumnya. Di daerah yang lebih rendah lagi banjir bisa mencapai 3 meter.

Innalillahi... Saya hanya bisa terdiam. Bagaimna mereka bisa hidup selama berhari-hari diposko. Mereka kekurangan air, makanan, bahkan mungkin beberapa benda berharga mereka juga hanyut terbawa banjir. Setelah banjir surut, mereka kembali ke rumahnya masing-masing dan membersihkan rumah dari lumpur. Namun kemudian, selang beberapa hari, banjir kembali datang, dan mereka harus kembali mengungsi.
Saya tak bisa  membayangkan bagaimana jika saya disana. Bisa jadi saya hanya menangis dan menangis.

Yang datang ke posko kebanyakan adalah lansia dan dewasa. Kebanyakan mereka mengeluh bahwa mereka gatal-gatal, pegal, pusing dan mencret. Sudah bisa diprediksi, bagaimana mereka tidak gatal. Air bersih saja katanya sulit untuk mereka dapatkan, belum lagi mereka harus menyimpan barang-barang berharga mereka di tempat yang aman. Belum lagi mereka harus berkutat dalam air banjir yang bercampur lumpur dan air sungai yang jelas-jelas kotor. Maka kebanyakan dari mereka memiliki keluhan yang sama saat hendak berobat.

Setelah melakukan pendaftaran, pasien diperiksa tensi, suhu dsb. Kemudian menunggu giliran dipanggil oleh dokter. Ada satu pemandangan yang membuat saya risih. Saat mereka menunggu panggilan dari dokter, mereka menikmati konsumsi yang diberi, dan sampah sisa konsumsi yang mereka makan mereka buang begitu saja. Bahkan tak jarang ada juga yang membuang kedalam selokan kecil.

Ingin rasanya saya menegur mereka. Apakah mereka belum kapok juga dengan banjir yang mereka "buat" sendiri? Banjir itu bukan takdir. Tapi banjir itu akibat dari perbuatan manusia yang tidak pernah mau menuruti peraturan dan menjaga kebersihan. Di pinggir jalan pun begitu banyak sisa-sisa sampah berserakan dan menumpuk.

Kebanyakan masyarakat heboh dan sibuk menuntut. Mereka sibuk menuding pemerintah lalai, mereka sibuk menuntut pemerintah untuk menyelesaikan permasalahan banjir yang mereka hadapi. Mereka sibuk agar pemerintah segera memberikan bantuan untyk musibah ini. Ini bukan tanggung jawab pemerintah saja, tapi ini tanggung jawab kita semua. Setidaknya kita semua harus mulai disiplin. Buanglah sampah pada tempat yang sudah disediakan. Ini mungkin memang tidak langsung membuat banjir tiba-tiba berhenti atau surut. Tapi setidaknya ini bisa membuat debit air sungai berkurang. Karena air mengalir dengan lancar tanpa hambatan dari sampah yang berserakan. Bukan kah menjaga kebersihan adalah sebagian dari iman?

Dan sikap itu harus mulai ditanamkan dalam diri masing-masing masyarakat. Ini hanya perilaku. Dan masih bisa dirubah. Kebiasaan membuang sampah itu masih bisa dirubah jika kita mau melakukannya. Mungkin bisa dimulai dari diri sendiri.

Namun dibalik semua kejadian itu ada satu perasaan bahagia, ketika melihat banyak orang yang datang dan antusias untuk berobat. Mereka datang berbondong-bondong untuk berobat. Bahkan tak sedikit dari mereka yang juga curhat dengan kejadian banjir kemarin. Ada satu pelajaran yang bisa saya ambil. Dibalik musibah yang mereka alami, mereka masih sempat dan bisa tersenyum. Saat mereka selasai berobat, bisa kami liat mereka pulang dengan raut muka yang sumeringah. Kini saya percaya, bahwa yang mereka butuhkan bukan hanya pengobatan, tapi juga perhatian, dan pendekatan untuk mulai disiplin membuang sampah.
#kami tidak hanya mengulurkan angan, tapi
#kami mengulurkan tangan
(Klinik Cahaya Qalbu & Fakultas Ekonomi Uniba)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar