Minggu, 06 November 2016

Ketika Terlalu Sibuk mengkhawatirkan Masa Depan

Mudah. Sungguh sangat mudah ketika kita diminta untuk memberikan nasihat kepada orang lain. Bahkan saat kita dipercaya oleh orang lain untuk menjaga amanah sebuah cerita dari mereka kita merasa terharu. Bahkan tak jarang kita menjadi sosok bijak yang kuat untuk siap mendengarkan cerita mereka. Kita menjadi sosok yang kuat pula untuk memberikan mereka sebuah nasihat.

Bukan kita merasa sudah benar. Bukan kita merasa kita sudah hebat. Bukan kita merasa kita sudah baik. Bukan! Bukan itu. Kita bisa menjadi pendengar yang baik atau bahkan penasihat yang baik. Tidak lain adalah ketika kita mampu mencerna cerita dan berusaha menjadi sosok yang bisa membuat lawan bicara kita tenang. Kita menjadi sosok orang yang bisa mencerna satu masalah dengan baik. Kita bisa menjadi seseorang yang mampu memetik hikmah dalam sebuah kisah.

Tapi kenapa? Tapi mengapa? Semua sosok yang ada dihadapan mereka itu seolah hilang saat kita menghadapi masalah kita sendiri?

Kadang kita merasa begitu hancur. Bahkan kita merasa begitu rapuh dan remuk saat kita dihadapkan pada sebuah masalah. Yang sebenarnya kita bisa menghadapinya. Tapi ego dalam diri mendominasi hati. Hingga kita tak mampu lagi mengobati luka di hati sendiri.

Musuh yang nyata. Musuh yang paling menakutkan adalah diri sendiri. Satu hal yang banyak orang takutkan itu adalah dirinya sendiri. Begitu sulit melawan rasa takut pada diri sendiri. Bahkan dengan mudah kita menyerah pada diri sendiri dan akhirnya jatuh tak mampu lagi berdiri.

Kenapa disaat diri sendiri terkena masalah kita begitu rapuh. Semua nasihat bahkan seolah tak mampu lagi diterima. Sebuah motivasipun bahkan seolah tiada artinya. Kenapa? Karena saat kita memiliki masalah. Kebanyakan dari kita sibuk memikirkan hal-hal negative yang akan terjadi nanti. Kita begitu khawatir jika semua akan berakhir dengan buruk dan tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan.

Padahal apa yang semestinya kita takutkan lagi? Apa semestinya yang kita khawatirkan? Bukankah semua sudah ada yang mengatur? Kenapa begitu cemas menghawatirkan masa depan yang belum kita tahu akan berakhir seperti apa? Kenapa begitu cemas mengkhawatirkan apa yang akan terjadi. Kenapa kita begitu sibuk memprediksi sesuatu yang akan terjadi nanti? Kenapa kita seolah tidak percaya bahwa yang terjadi sudah di atur oleh sang illahi? Kenapa?

Dalam syariat, mengatakan. memberi kesempatan kepada pikiran untuk memikirkan masa depan dan membuka alam gaib dan kemudian terhanyut dalam kecemasan-kecemasan yang baru di duga darinya adalah sesuatu yang tidak dibenarkan. Pasalnya, hal itu termasuk thulul amal (angan-angan yang terlalu jauh)

Ya. itulah penyakit yang kadang hinggap dalam diri seseorang. Penyakit yang membuat seseorang itu berputus asa. Menyerah. Patah semangat dan ketakutan. Ya. Ketakutan. Kebanyakan dari kita begitu ketakutan saat menghadapi masa depan. Padahal sejatinya hidup itu untuk kita jalani. Untuk kita syukuri. Bukan untuk memprediksi apa yang akan terjadi nanti.

Kita tidak bisa mendikte Allah dengan semua doa-doa yang kita panjatkan dan kita harapkan kepadaNya. "Ya Allah aku ingin seperti ini. Aku ingin mendapatkan ini" mungkin ini adalah salah satu bentuk dikte saat kita berdoa. Tidak bisa seperti itu. Berdoa itu harus dengan hati yang tulus dan hati yang ridho. Tidak bisa kita berdoa kepada Allah dengan memaksa dan mendikte Allah agar mengabulkan doa-doa kita. Tidak bisa! Allah maha tau. Allah maha baik. Rencana Allah adalah rencana terbaik.

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah maha mengetahui sedang kamu tidak mengetahui. (Q.S Albaqarah : 216)

Nah itulah sebabnya. Saat kita dirundung sebuah masalah. Saat kita dirundung sebuah duka. Rendah dirilah. Tenanglah. Coba lebih ikhlas coba lebih sabar. Jangan terlalu sibuk memprediksi sesuatu yang belum terjadi berdasarkan pemikiran kita. Ingat! Apa yang kita fikirkan itulah yang akan menjadi kenyataan. Karena alam akan membentuk apa yang kita fikirkan selama ini.

Jadi, mulai dari sekarang berhentilah untuk berfikir terlalu keras memikirkan sesuatu yang belum terjadi. Karena ada beberapa misteri Illahi yang tak harus kita tau kenapa ini terjadi. Dan akan berakhir seperti apa. Itulah salah satu rukun iman. Yaitu percaya kepada qada dan qadar.

Hari esok adalah sesuatu yang belum nyata dan dapat diraba, belum berwujud dan tidak memiliki rasa dan warna. Jika demikian mengapa kita harus mebyibukkan diri dengan hari esok? Mencemaskan kesialan-kesialan yang mungkin akan terjadi padanya. Bukan kah kita hidup untuk hari ini? Karena belum tentu besok kita masih bisa hidup. Biarkanlah masa depan datang dengan sendirinya.

(Sebagian sumber dikutip dari buku La Tahzan karangan Dr. 'Aidh al-Qarni)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar